Ducati datang sebagai favorit pemenang pada balapan MotoGP Qatar 2021. Namun, kondisi yang kurang ideal membuat mereka justru mengalami kesulitan. Melempem, memble, kena nerf, kata kata tersebut bisa menggambarkan performa kurang memuaskan para pebalap Ducati pada MotoGP 2021. Ducati datang pada balapan MotoGP 2021 sebagai favorit pemenang.
Selain fakta bahwa pabrikan Borgo Panigale selalu menang dalam dua edisi sebelumnya, performa kuat pembalap mereka sejak tes pramusim hingga kualifikasi menjadi buktinya. Ducati dua kali mencetak rekor dalam waktu lap dalam sebulan di Qatar melalui Jack Miller pada tes pramusim dan Francesco Bagnaia pada kualifikasi MotoGP Qatar. Tak cukup sampai di situ, Ducati juga tiga kali memecahkan rekor kecepatan tertinggi di MotoGP yang kini dipuncaki oleh Johann Zarco dengan 362,4 kilometer per jam.
Sekadar informasi, keunggulan dalam top speed telah membantu Ducati dalam mengeksploitasi lintasan lurus utama di Losail sebagai titik andalan untuk menyalip lawan. Namun, keunggulan tersebut tidak terlihat pada sesi yang paling menentukan yaitu balapan MotoGP Qatar 2021. Pebalap Yamaha yang dikenal paling lemah dalam top speed bahkan beberapa kali bisa menempel pembalap Ducati dengan mencuri angin di jalur start/finis.
Alhasil, dengan keberhasilan sang rival menutup kekurangan mereka, Ducati hampir tidak bisa berbuat banyak. Ducati bahkan hampir kebagian podium ketiga saja andai Joan Mir (Suzuki Ecstar) tidak membuat kesalahan di tikungan terakhir jelang garis finis. Lantas, di manakah masalah Ducati pada MotoGP Qatar 2021? Rupanya mereka tidak bisa memaksimalkan senjata mereka yaitu tenaga mesin dan kecepatan.
Dilansir BolaSport.com dari GPOne , para pembalap Ducati mengalami penurunan catatan top speed yang cukup signifikan saat balapan. Zarco menjadi contoh yang paling ekstrem. Setelah mencetak rekor 362,4 kpj pada latihan bebas keempat, pembalap Pramac Racing itu cuma bisa menyentuh top speed 348,3 kpj saat balapan.
Pun demikian dengan Bagnaia. Menyentuh kecepatan 355,2 kpj pada kualifikasi, pembalap tim pabrikan itu mentok di 347,2 kpj saat balapan. Minus Honda, pebalap pabrikan lain sebenarnya juga mengalami penurunan dalam kecepatan. Faktor kondisi dan arah laju angin menjadi penyebabnya. Hanya, perbedaan yang dialami pabrikan lain tidak sejomplang Ducati.
Fenomena ini terbilang wajar mengingat Ducati merupakan salah satu pabrikan yang sangat mengandalkan peranti aerodinamika. Sang pemenang lomba, Maverick Vinales (Monster Energy Yamaha), pun bisa menjadi contoh untuk perbandingan. Vinales 'cuma' kehilangan 4,4 kpj dari catatan waktu terbaik sepanjang akhir pekan dengan balapan (348,3 kpj ke 343,9 kpj).
Alhasil, meski tetap unggul, para penunggang motor Desmosedici kehilangan margin untuk bisa dimainkan dalam perlombaan. Reporter paddock MotoGP, Simon Crafar, juga sempat mengutip Ducati meminta pebalap mereka untuk memakai mapping hemat daya agar tidak kehabisan bahan bakar. Selain alasan yang sudah disebutkan, Ducati kehilangan salah satu faktor penting yaitu akselerasi saat keluar dari tikungan.
Bagnaia mengaku motor yang ditungganginya kekurangan traksi sehingga sedikit kalah cepat dalam akselerasi dari Yamaha. "Yamaha keluar dengan lebih baik dari tikungan terakhir sementara saya sedikit tertinggal pada fase pertama dari akselerasi," ujar Bagnaia. "Sekarang kami akan menganalisis data dan membuat perubahan untuk meningkatkan kecepatan saat keluar dari tikungan."
"Jika saya memiliki sedikit lebih banyak traksi saya mungkin bisa menempel Maverick," tukas pembalap yang finis ketiga di MotoGP Qatar. Patut ditunggu seberapa besar peningkatan yang bisa dialami Ducati pada balapan berikutnya yang masih digelar di Qatar. Kompetisi akan dilanjutkan dengan seri balap kedua MotoGP Doha pada akhir pekan ini, 3 5 April 2021.